Kegagalan adalah sukses yang tertunda. Begitu pepatah yang diyakini Budiyana yang lahir 12 September 1979 di sebuah desa di wilayah Kulon Progo. Ia sama sekali tak menyangka bakal jadi manajer rumah makan seluas 2.000 meter di jalan Kaliurang KM 15 serta membawahi 50 orang karyawan. Lewat perjalanan yang berat Ia melakoni hidupnya. Mulai dari bersih-bersih kamar mandi, cuci piring, dan pekerjaan lain yang biasa disebut kasar Ia lewati dengan tekun.
“Keberhasilan saya berkat bimbingan pak Hamzah Mirota”, Tutur lulusan Sekolah Menengah Industri Pariwisata (SMIP) Indikka tahan 1998 ini tanpa tedeng aling-aling. Menurutnya, banyak pelajaran yang ia peroleh dari pemilik nama asli Hamzah Sulaiman ini, khususnya menyangkut dagang dan kewirausahaan. “Yang pailng menentukan dibidang bisnis adalah kreativitas dan kepekaan meliahat peluang”, ujar anak muda yang lahir dari pasangan Hartanto dan Ngatijah ini kepada swaka-KR sambil menambahkan bahwa sejak dulu sesungguhnya iaP cita-cuta jadi sarjana seperti kehendak orang tuanya, seorang petani penggarap sawah
Meski begitu, sejak dibangku sekolah menengah pertama (SMP) Budi punya keinginan kuat untuk sekolah di jogja. Tetapi karena tidak punya biaya, niat itu hanya disimpan dalam hati. “Waktu itu kakak saya (Suyanto) kenal cukup baik dengan pak Hamzah yang suka blusukan ke desa cari hasil kerajinan. Nah, saya langsung dikenalkan,”ujar budi berkisah. Selepas SMP Ia ditawari sekolah sambil bekerja sebagai penjaga stand kerajinan di Mirota batik, jalan Malioboro, Yogyakarta Berkat ketekunan, kesetiaan dan kecerdasannya, Hamzah yang juga abdi dalem kraton bergelar Mas Wedanan Tanaya Haniji Nindya ini memberinya kepercayaan lebih. Hingga pada suatu ketika hamzah kaget karena budi berhasil membuka usaha baru, sebuah rumah makan yang cukup besar dan ramai. Artinya, kepercayaan yang selama ini diberikan kepada Budi tidak sia-sia.
“Melihat hasil rintisan saya pak hamzah senang. Ia meminta rumah makan itu diberi nama ‘House Of Ramintan’ seperti yang ada di Kotabaru,”tutur pemuda yang juga senang main ketropak ini tanpa bermaksud sombong. Saat ditanya, kenapa tidak melanjutkan jadi sarjana, budi menjawab sambil tertawa”lebih enak jadi pengusaha”.
(Sumber :KR Jogja)
No comments:
Post a Comment