Pemimpin yang hebat tumbuh bukan karena menegakkan peraturan yang keras, melainkan menebarkan pikiran dan semangat yang mengilhami pengikutnya. Seorang pemimpin haruslah memiliki visi yang jelas, gambaran-gambaran yang terang benderang mengenai kemana organisasi akan diarahkan. Namun, visi saja tidak cukup. Pemimpin yang unggul menciptakan visi, mengartikulasikan visi itu, dan dengan penuh semangat mendorong agar visi tersebut terwujud. Mewujudkan visi tentu saja membutuhkan keberanian, antusiasme, dan energy yang tak habis-habisnya. Mereka bekerja tidak setengah-setengah, tuntas dalam keseluruhan proses serta beragam dimensinya. Tidak mundur oleh hambatan maupun kesulitan. Hambatan dan kesulitan dijinakkan dengan kreativitas dan inovasi yang muncul dari diri mereka sejalan dengan proses pengalaman hidup yang mereka lalui. Sifat-sifat itulah yang menjadi pembeda dengan yang lainya. Sebagai contoh Konosuke Matshusita. Kisah hidupnya menggambarkan betapa dia bukanlah orang yang memiliki bakat luar biasa, dengan intelegensi diatas rata-rata, bahkan mungkin secara teknis ia tak mempunyai keahlian khusus yang benar-benar super. Akan tetapi ia telah membuktikan bahwa dirinya mampu meraih berbagai prestasi yang begitu spektakuler. Demikian juga dengan Martha Tilaar yang justru dicap sebagai ‘anak yng lemah’ dalam berfikir, Serta Mochtar Riady yang ingin menjadi Bankir, namun tidak mengerti ilmu akuntansi. Keinginan yang kuat dan kemampuan mereka dalam melibatkan orang lain untuk merealisasikan mimpinya telah mengantarkan mereka pada jalan kesuksesan. Pemimpin sebagaimana ditunjukkan oleh Ciputra-tidak seekedar berkutat pada pertanyanyaan “Bagaimana Caranya” melainkan bagaimanana menentukan dan menggapai tujuan. Singkatnya pemimpin tidak berurusan dengan “melakukan secara benar” tetapi “melakukan hal yang benar”. Mengenai hal ini Warren Bennis mengungkapkanya dengan sangat menarik, “Para manager mengatasi maslah, tetapi pemimpin menemukan masalah.” Seperti pada waktu Ciputra mengajukan proposal pembangunan Ancol kepada Gubernur DKI, sesungguhnya Ia telah menemukan sebuah masalah. Atau pada saat ia ia berkeinginanan mengembangkan daerah Lakar Santri di Surabaya Barat, ia pun sekali lagi menemukan masalah. Kemampuan membaca dan kemampuan melihat-untuk menemukan masalah sebelum orang lain melihatnya-dalam bahasa lain disebut dengan visi. Agus Marti Wardojo dan Emirsyah Satar mewakili figure yang selalu siap menerima tantangan unutk menerima perubahan dengan mengutamakan inovasi, keberanian mengambil resiko, dan semangat tinggi tanpa putus asa, dilandasi kejujuran. Kemampuan mereka menyelaraskan visinya di dalam organisasi membuat organisasi yang mereka pimpim mampu melakukan perubahan secara cepat. Lebih dari itu, visi yang diperjuangkan para pemimpin ini jauh melebihi batasan-batasan material semata. Kepuasan mereka adalah saat dapat menaklukkan tantangan dan hasilnya menjadi manfaat bagi orang banyak. Dengan demikian mereka telah meneempatkan visinya pada tingkatan yang sangat mulia.
No comments:
Post a Comment